Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan (BI rate) sebesar 6,25 persen. Sementara itu, suku bunga fasilitas simpanan tetap sebesar 5,5 persen dan suku bunga fasilitas pinjaman sebesar 7 persen.

“Keputusan ini sejalan dengan kebijakan moneter yang pro-stabilitas, sebagai langkah preventif dan berwawasan ke depan untuk memastikan inflasi tetap berada dalam target 2,5±1 persen pada tahun 2024 dan 2025. Ini termasuk menjaga efektivitas pengelolaan arus masuk modal asing dan stabilitas nilai tukar rupiah,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers setelah Rapat Dewan Gubernur Bulanan, Rabu.

Dia mengatakan, bank sentral terus menerapkan kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran yang pro pertumbuhan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Kebijakan kehati-hatian makro yang longgar sedang diupayakan untuk mendorong kredit/pembiayaan bank kepada bisnis dan rumah tangga.

“Infrastruktur dan struktur industri sistem pembayaran, serta perluasan akses pembayaran digital,” kata Perry.

Lebih lanjut, ia menyatakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di tengah tingginya ketidakpastian di pasar keuangan global, BI memperkuat bauran kebijakan moneter, kehati-hatian makro, dan sistem pembayaran.

BI meningkatkan koordinasi kebijakan dengan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan mitra strategis, termasuk program Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah di bawah Tim Pengendali Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID), serta Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Transaksi Pemerintah Pusat dan Daerah (P2DD).

“BI akan terus memperkuat kebijakan moneter yang pro stabilitas dan meningkatkan sinergi dengan pemerintah pusat dan daerah agar inflasi tahun 2024 dan 2024 tetap terkendali dalam kisaran 2,5-1 persen,” jelas Perry.

Sebelumnya, ekonom makroekonomi dan pasar keuangan Universitas Indonesia Teuku Riefky memprediksikan BI akan mempertahankan suku bunga acuan sebesar 6,25 persen. Hal ini dikarenakan perekonomian Indonesia berada dalam kondisi yang lebih baik setelah menghadapi tekanan harga dan nilai tukar yang signifikan selama beberapa bulan.

“Setelah BI memutuskan untuk menaikkan suku bunga kebijakan bulan lalu, tampaknya tidak ada urgensi untuk mengubah suku bunga kebijakan dalam Rapat Dewan Gubernur,” jelas Riefky.

Dia menekankan bahwa dengan berakhirnya El Nino dan peran aktif pemerintah dalam menstabilkan pasokan pangan melalui impor berhasil menurunkan harga pangan dan tingkat inflasi secara keseluruhan. Tekanan inflasi dari harga pangan telah mereda selama periode Lebaran 2024 dibandingkan tiga tahun terakhir.

Hal ini akan menjadi katalisator positif untuk mempertahankan inflasi secara keseluruhan sejalan dengan target BI sebesar 1,5% -3,5%. Namun, potensi risiko inflasi masih terlihat dan harus dimitigasi dengan baik.

“Tekanan eksternal yang berkepanjangan telah melemahkan rupiah dalam beberapa pekan terakhir. Jika tren ini terus berlanjut, bisa berdampak negatif pada tingkat harga domestik melalui inflasi impor, ” tutup Riefky.