Oleh: Karyudi Sutajah Putra

Jakarta, Fusilatnews – Kuasa Hukum Kusnadi, Petrus Selestinus SH menyampaikan protes keras atas pernyataan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahwa pihaknya sedang mengkaji untuk menerapkan Pasal 21 UU KPK (Undang-Undang No 30 Tahun 2002 yang diperbarui dengan UU No 19 Tahun 2019 tentang KPK, red) soal perintangan penyidikan dalam kasus suap yang melibatkan Harun Masiku sebagai tersangka, karena ada perlawanan saat penyitaan handphone (HP) milik Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto dan stafnya, Kusnadi, Senin (10/6/2024) di KPK.

“Mengapa protes keras? Karena KPK hendak menjadikan Hasto, Kusnadi bahkan Kuasa Hukum-nya sebagai ‘kambing hitam’ untuk menutup-nutupi kegagalan KPK dalam menangkap buronan Harun Masiku,” kata Petrus Selestinus dalam rilisnya, Jumat (28/6/2024).

Harun Masiku adalah tersangka penyuapan kepada Wahyu Setiawan, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) saat itu, agar calon anggota legislatif dari PDIP itu dilantik menjadi anggota DPR menggantikan Nazaruddin Kiemas yang meninggal dunia melalui mekanisme Pergantian Antar-Waktu (PAW). Namun saat hendak ditangkap KPK pada Januari 2020 lalu, Harun melarikan diri dan buron hingga saat ini.

Penyidik KPK, kata Petrus, jangan merasa diri sebagai organ yang tidak boleh dikontrol apalagi dikritik publik, karena gagalnya KPK menangkap Harun Masiku bukan karena HP Hasto dan Kusnadi yang kemudian disita oleh KPK, melainkan semata-mata karena problem akut di internal KPK yang sengaja dibiarkan hingga saat ini.

“Harus disadari bahwa kekuasaan dan kewenangan ‘superbody’ yang dimiliki KPK bukanlah tanpa batas dan tanpa syarat, melainkan penuh syarat hukum, dan syarat hukum itu antara lain melekat kewajiban KPK untuk melindungi setiap saksi ketika memberi keterangan mengenai terjadinya suatu tindak pidana korupsi di KPK,” jelas Petrus yang juga Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI).

Menurut Petrus, ketentuan Pasal 11 UU No 19 Tahun 2019 tentang KPK bahwa dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf e KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi yang: a. Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara; dan/atau b. Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp 1 miliar; dan ayat (2) bahwa dalam hal tindak pidana korupsi tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) KPK wajib menyerahkan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan kepada Kepolisian dan/atau Kejaksaan, maka hal tersebut harus segera dilakukan.

“Dengan demikian, maka wajib hukumnya bagi KPK menyerahkan penyidikan kasus dugaan korupsi Harun Masiku kepada Kepolisian atau Kejaksaan dan melindungi hak Hasto dan Kusnadi sebagai saksi ketika diperhadapkan pada proses pidana di KPK. Bukan sebalikanya melanggar hak dan hukum saksi demi target politik tertentu,” sindirnya.

Jangan Teror Advokat

Pernyataan KPK bahwa pihaknya sedang mengkaji Pasal 21 UU KPK tentang perintangan penyidikan untuk menjerat Hasto, Kusnadi dan pihak Kuasa Hukum, dinilai Petrus sebagai bagian dari upaya KPK mencari kambing hitam dan menebar teror kepada publik.

“KPK jangan menggertak advokat, karena dalam menjakankan profesinya, advokat oleh undang-undang diposisikan sebagai oposisi ketika berhadap-hadapan dengan KPK, Polri, Kejaksaan dan Hakim, ketika sedang membela hak-hak kliennya yang potensial bahkan faktual sering dilanggar,” papar advokat yang kerap membela kaum papa ini.

“Adalah kesalahan besar jika upaya hukum yang dilakukan oleh Tim Kuasa Hukum Kusnadi, yaitu melaporkan Penyidik KPK ke Komnas HAM, Bareskrim, LPSK, Kompolnas bahkan menggugat Praperadilan terhadap KPK lantas dianggap sebagai tindakan yang merintangi tugas KPK,” lanjutnya.

Upaya Hukum Tidak Merintangi

Jika setiap upaya hukum yang dilakukan oleh seorang saksi atau tersangka KPK dianggap sebagai tindakan merintangi penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi, tanya Petrus, lalu untuk apa UU KPK, UU LPSK, UU HAM dan KUHAP mewajibkan pemberian perlindungan saksi dan korban untuk dilindungi pada setiap tahap peradilan pidana?

“Harus diingat bahwa Pasal 63 UU KPK secara tegas menyatakan bahwa ‘dalam hal seseorang dirugikan akibat penyelidikan, penyidikan dan penuntutan yang dilakukan oleh KPK secara bertentangan dengan UU ini atau dengan hukum yang berlaku’, orang yang bersangkutan berhak mengajukan gugatan rehabilitasi dan kompensasi’,” terangnya.

“Artinya, secara ‘ratio legis’, apa yang dinyatakan oleh ketentuan Pasal 63 UU KPK, berupa gugatan melawan KPK, bukanlah tindakan untuk merintangi penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap KPK sebagaimana dimaksud Pasal 21 UU KPK, melainkan dalam rangka melindungi hak saksi dan/atau tersangka ketika diperiksa KPK,” tambahnya.

Oleh karena itu, lanjut Petrus, kedatangan saksi Kusnadi dan TPDI ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) meminta perlindungan saksi, sangat beralasan karena KPK sudah banyak melanggar hak-hak saksi sehingga Hasto dan Kusnadi tidak nyaman, bahkan kehilangan hak untuk didampingi Penasihat Hukum saat diperiksa KPK.

Adapun “ratio legis” dimaksud adalah pemikiran hukum menurut akal sehat, akal budi/nalar yang merupakan alasan atau tujuan dari lahirnya peraturan hukum.

Sumber