BULELENG – Pariwisata tematik merupakan sinergi antara touris experience dan local genius Bali. Local genius ini salah satunya kebudayaan merupakan poin penting pariwisata berkelanjutan. Salah satu kebudayaan di Buleleng yaitu Wayang Wong merupakan alkulturasi budaya sejak dulu yang berkembang di Desa Tejakula yang telah meraih penghargaan dari UNESCO tahun 2015 sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB).

Elemen ini penting sebagai atraksi budaya untuk mendukung pariwisata di Buleleng. Hubungan antara pariwisata dan tari Wayang Wong itu dikupas dalam program “Sledet Pregina” Sanggar Seni Santhi Buudaya di Puri Kanginan Singaraja, Minggu (30/6/2024).

“Sledet Pregina” menghadirkan dua narasumber, yaitu pemerhati budaya Drs. Gede Komang, M.Si dan DR. Nyoman Dini Andiani, STT.Par., M.Par sebagai dosen Undiksa Singaraja dan juga selaku Ketua Forum Komunikasi Desa Wisata yang dimoderatori oleh I Gusti Ngurah Eka Prasetya selaku Ketua Sanggar Seni Santhi Budaya.

Pada kesempatan itu, Gede Komang yang juga sebagai praktisi seni mengatakan, wayang wong merupakan perpaduan seni gambuh dan seni parwa yang ada sejak akhir abad ke-16 menurut penglingsir seniman setempat. Desa Tejakula di tahun 1970 sering disebut Ubud-nya Buleleng karena perkembangan budaya dengan munculnya kelompok seni tari, karawitan, seni ukir kayu dan pasir. Seiring perkembangan, tarian Wayang Wong selain tarian sakral juga dibuatkan tarian Wayang Wong duplikat untuk seni pertunjukan selain di Pura Maksan Desa Tejakula.

Wayang Wong duplikat mendapat sambutan positif sebagai seni pertunjukan di Desa Tejakula, juga luar desa, bahkan juga tampil di tingkat nasional. ”Pertujukan seni yang mengambil cerita Ramayana dengan Kandanya. Pada tahun 1990 tampil di Eropa, Jepang, Amerika dan Korea. Unesco melalui Kemendikbudristek memberikan penghargaan WBTB pada tahun 2015,” ungkapnya.

Lebih lanjut Wayang Wong merupakan kebudayaan atau local genius Bali yang tentunya harus terus dijaga kelestariannya, sehingga atraksi kesenian ini sebagai magnet wisatawan untuk berkunjung ke Buleleng berlanjut. ”Saya yakin Wayang Wong ini akan lestari karena keyakinan atau kepercayaan masyarakat Desa Tejakula akan kesakralan tarian ini,” katanya.

Sementara itu, Nyoman Andini menuturkan wisata tematik merupakan konsep yang bisa diangkat sesuai tema yang mampu mensinergikan wisata satu dengan wisata lainnya, yang pangsa pasarnya secara minat khusus dan punya special purpose, menghadirkan wisatawan yang ingin menggali informasi dari sebuah produk wisata dengan one village one produc, seperti halnya kebudayaan khususnya Wayang Wong.

“Tematik tidak hanya gerakan atau tarian tapi juga digali alur cerita Ramayana dengan Kandanya. Wayang Wong ada sekian Kanda, hal-hal apa yang dilihat Wayang Wong bisa ditematikkan sebagai satu kesatuan tema yang membuat ketertarikan seseorang untuk merangkai dan dapat di-breakdown dalam tema tertentu. Wayang Wong tidak dimiliki oleh banyak desa di Bali,” imbuhnya.

Selain itu, dari industri pariwisata harus mengemas dengan paket-paket sesuai market-market dengan karakter sendiri-sendiri. Jika tertarik dengan pengenalan karakter konsep Wayang Wong sakral, calon wisatawan akan menelisik tentang konsep yang sama dengan membandingkan di tempat atau desa lain. Koneksi itu akan mensinergikan satu potensi dengan potensi yang lain dalam tema sama sehingga menarik minat wisatawan.

Hubungan budaya dan pariwisata, jelas Andiani, adalah konsep pariwisata budaya yang ada aktivitas masyarakat lokal yang dinikmati oleh wisatawan. Ada 10 elemen daya tarik wisata, salah satunya masyarakat atau the way of live masyarakat. Konsepnya mereka berwisata melihat sesuatu yang tidak ada di daerahnya untuk melihat hal yang baru, yaitu nature, culture, atraksi masyarakat sebagai unsur pariwisata akan masuk dan tidak mengubah local genius yang dimiliki masyarakat itu sendiri.

“Penggalian informasi sebagai pengalaman wisatawan sebagai pelaku budaya seperti cara megambel, menari, Ini merupakan elemen daya tarik wisata budaya. Tokoh masyarakat sebagai penggerak utama atas dasar local genius-nya yang dipercaya sebagai tradisi dan tidak akan pernah mengubah pakem budaya yang tentunya menjadi pariwisata berkelanjutan sebagai daya tarik wisata yang baru.

Dini meyakini jika konsep itu dikembalikan ke masyarakat lokal, masyarakat merasakan value kekuatan budayanya. Tidak hanya menghasilkan kue pariwisata dalam bentuk finansial, apa yang dimiliki dapat menarik orang lain yang membuat sesuatu dilakukan oleh generasi selanjutnya. ”Pariwisata akan hidup jika ada budaya, karena ada budaya ada ritual-ritual kecil, jika budaya tidak dilestarikan akan mengurangi otentisitas dari pengalaman wisatawan merasakan sebagai orang Bali. Itulah poinnya antara pariwisata dan budaya,” pungkasnya. (bs)

Sumber