Oleh: Damai Hari Lubis, Aktivis dan Ketua Aliansi Anak Bangsa

Sebelum memasuki topik artikel terkait Hasyim Ashari (HA) Strip dalam kasus “dendeng basah”, penulis merasa perlu mengingatkan publik akan sejarah hukum terkait penipuan ini, terutama terkait vonis kontroversial yang melibatkan hakim Bismar Siregar. Hakim ini membuat keputusan yang kontroversial dengan menganggap “dendeng basah” sebagai BARANG AMAT BERHARGA atau alat kelamin wanita.

Secara moral dan etika, sebagai mantan Ketua KPU yang autentik, HA telah dinyatakan bersalah berdasarkan putusan DKPP. Ini menunjukkan bahwa lembaga yang dipimpinnya, KPU, telah dituduh melakukan pembiaran dan turut bertanggung jawab atas pelanggaran dalam kontes pilpres 2024. Bukti dari gugatan terhadap KPU dan permohonan Judicial Review di MK semakin menguatkan hal ini. Pada 3 Juli 2024, HA dinyatakan melanggar etika terkait “dendeng basah” sesuai dengan putusan DKPU.

Namun secara pidana, jika HA dilaporkan kepada penyidik, proses hukumnya diyakini akan terhambat. Jika kasusnya dibawa ke pengadilan, kemungkinan besar HA akan bebas dari vonis onslag, terutama jika dilaporkan oleh perempuan lain yang mengalami kasus serupa, seperti Husnaeni, yang juga terlibat dalam kasus penipuan “dendeng basah”.

MAKNA HUKUM ONSLAG/ONSTLAG

Vonis onslag mengacu pada tindak pidana yang terbukti dilakukan, namun bukan termasuk dalam kekerasan seksual atau pemaksaan. Ini sulit dibuktikan secara hukum sesuai dengan Pasal 285 KUHP. Apakah kasus ini termasuk penipuan?

KENAPA BISA VONIS BEBAS ONSLAG?

HA tidak akan terbukti mencuri atau memaksa pemberian “dendeng basah”, melainkan mungkin hanya melakukan bujuk rayu terhadap pemiliknya. Apakah ini penipuan? Ini akan menjadi bahan perdebatan karena pemilik “dendeng basah” mengetahui bahwa HA memiliki istri saat melakukan hubungan intim. Secara hukum, perbedaan prinsip antara delik zinah dan penipuan harus dipertimbangkan.

Berdasarkan putusan DKPP, peristiwa ini dianggap sebagai hubungan suka-sama suka yang terbukti terulang kembali.

TERKAIT MOTIV POLITIK

HA baru-baru ini menjadi khatib Salat Idul Adha 1445 H di Semarang, Jawa Tengah, di mana Jokowi juga hadir sebagai jamaah. Ceramahnya, yang mengajak untuk menghapus sifat kebinatangan, menimbulkan perhatian media. Ini memicu pertanyaan apakah ceramah ini ditujukan kepada pejabat di istana, mengingat status HA sebagai mantan pejabat publik yang terlibat dalam kasus “dendeng basah” dan putusannya oleh DKPP.

APA CARA AGAR HA DAPAT DIHUKUM?

Apakah ada cara untuk menghukum Hasyim Strip? Jawabannya, ada.

Ini adalah bagian dari aduan pidana, yang berarti harus ada pengadu. Namun, istri HA yang harus melaporkan perbuatan zinah ini kepada Polri. Namun, kemungkinan besar istri HA tidak akan melakukannya.

Dengan demikian, kesimpulan hukum penulis adalah bahwa HA dijatuhi putusan karena laporan pemilik “dendeng basah”, bukan karena motif politik. Laporan ini terjadi sebelum ceramah HA di Salat Idul Adha.

Semoga artikel ini dapat memuaskan pembaca di berbagai platform, terutama mereka yang prihatin dengan perilaku HA terkait kasus “dendeng basah” dan putusan DKPP.

 

Sumber