Ignatius Denny Wicaksono, saat memberikan materi tentang penerapan ESG dan Bursa Karbon. (foto/ony)

Surabaya (Sultra1news) – Pasar modal Indonesia kini semakin serius dalam mengintegrasikan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) ke dalam operasional dan strategi investasi. Penerapan ESG diharapkan dapat meningkatkan daya tarik pasar modal Indonesia, mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, serta memperkuat reputasi perusahaan dalam hal tanggung jawab sosial dan lingkungan.

Bursa Efek Indonesia (BEI) telah mengambil berbagai langkah konkret untuk mempromosikan penerapan ESG di kalangan perusahaan publik. Salah satu upayanya adalah dengan memperkenalkan Indeks SRI-KEHATI, yang merupakan indeks saham berbasis ESG.

Indeks ini mencakup perusahaan-perusahaan yang dianggap memiliki praktik keberlanjutan terbaik dalam aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola yang baik. Kehadiran indeks ini memberikan referensi bagi para investor yang ingin mengalokasikan dananya pada perusahaan dengan praktik berkelanjutan.

Kepala Divisi Pengembangan Bisnis 2 BEI, Ignatius Denny Wicaksono, menyatakan, penerapan ESG dalam pasar modal merupakan salah satu langkah penting untuk memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak hanya berfokus pada keuntungan finansial.

Tetapi juga pada dampak sosial dan lingkungan. “Dengan adopsi ESG, kita berharap dapat menciptakan pasar modal yang lebih resilient dan menarik bagi investor global, terutama mereka yang peduli dengan keberlanjutan,” kata Ignatius Denny Wicaksono, dalam workshop wartawan di Surabaya Kamis (10/10/2024).

Penerapan ESG tidak hanya memberikan manfaat reputasi bagi perusahaan, tetapi juga meningkatkan efisiensi operasional dan manajemen risiko. Menurut data BEI, perusahaan yang menerapkan ESG dengan baik cenderung memiliki kinerja keuangan yang lebih stabil dan berpotensi menarik lebih banyak investor.

Terutama dari kalangan institusi internasional yang semakin fokus pada investasi berkelanjutan. “Penerapan ESG di pasar modal Indonesia merupakan langkah maju yang diharapkan dapat menciptakan pertumbuhan yang lebih inklusif dan berkelanjutan, sekaligus memperkuat posisi Indonesia di kancah investasi global,” tambahnya.

Dalam workshop dijelaskan tentang Bursa Karbon. Bursa Karbon (IDXCarbon) merupakan salah satu upaya strategis untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan mencapai target net zero emissions pada tahun 2060.

Langkah ini diharapkan dapat menjadi instrumen penting dalam mendukung transisi Indonesia menuju ekonomi rendah karbon. Ia mengatakan, Bursa Karbon merupakan platform perdagangan kredit karbon yang memungkinkan perusahaan atau entitas yang telah mengurangi emisi karbon lebih dari target yang ditetapkan, untuk menjual kelebihan pengurangan emisi tersebut kepada pihak lain yang belum memenuhi target.

Kredit karbon ini dapat diperjualbelikan secara transparan di bursa, dengan harapan dapat mendorong sektor industri untuk lebih aktif berpartisipasi dalam upaya pengurangan emisi. “Bursa Efek Indonesia (BEI) ditunjuk sebagai penyelenggara perdagangan kredit karbon. BEI akan mengawasi mekanisme transaksi dan memastikan transparansi dalam setiap proses jual-beli kredit karbon ini,” ujar Ignatius.

Sejumlah perusahaan besar, terutama di sektor energi dan industri berat, diperkirakan akan menjadi peserta aktif dalam perdagangan ini. Di sisi lain, pemerintah juga berharap adanya partisipasi dari sektor kehutanan dan pertanian, yang memiliki potensi besar dalam menyerap karbon melalui reboisasi dan konservasi hutan.

“Dengan adanya bursa karbon, Indonesia optimis dapat memainkan peran yang lebih signifikan dalam penanggulangan perubahan iklim global. Langkah ini diharapkan tidak hanya memberikan manfaat lingkungan, tetapi juga peluang ekonomi yang dapat meningkatkan daya saing Indonesia di kancah internasional,” tutup Ignatius. (ony)

Sumber