Keputusan Moskow minggu ini untuk memperluas kemampuan militernya merupakan tanda tekanan yang dihadapi militernya pada tahun ketiga invasi besar-besaran ke Ukraina yang berjalan lambat. Sejumlah analis mengatakan ketidakpopuleran mobilisasi dan faktor-faktor lain mendorong Rusia untuk mencari tentara bayaran dari negara-negara lain.

Pada Senin (16/9), Presiden Rusia Vladimir Putin menandatangani dekrit untuk meningkatkan jumlah tentara Rusia sebanyak 180.000 tentara menjadi 2,38 juta tentara, terbesar kedua di dunia setelah China.

Para pejabat Kremlin mengatakan peningkatan tersebut disebabkan oleh invasi besar-besarannya ke Ukraina, tetapi juga untuk menanggapi apa yang digambarkan Moskow sebagai “ancaman” dari NATO di sisi baratnya.

Dua tahun lalu, Rusia mengumumkan mobilisasi besar-besaran dengan merekrut 300.000 tentara ke dalam pasukannya. Namun, para analis mengatakan para pemimpin Rusia harus mencoba pendekatan yang berbeda kali ini.

Laporan investigasi oleh media independen termasuk Moscow Times dan Kyiv Independent menemukan bahwa agen-agen telah menjanjikan orang-orang yang cukup umur untuk berperang dengan gaji yang relatif tinggi di negara-negara seperti Sri Lanka, Indonesia, India, dan Nepal. Kremlin tidak pernah membenarkan atau membantah praktik-praktik tersebut.

Laporan-laporan tersebut mengatakan bahwa mereka yang direkrut dari luar negeri tidak akan ditugaskan ke pasukan bayaran seperti Wagner Group, tetapi ke tentara reguler Rusia.

Sumber