Indonesia terus bergulat dengan masalah stunting—kondisi kekurangan gizi kronis yang menghambat perkembangan anak—yang menjadi aib nasional. Meski sudah masuk kelompok G20, angka stunting di Indonesia masih tinggi. Hal ini memalukan dan menjadi salah satu kegagalan besar pemerintahan Jokowi serta PDIP. Keduanya telah berjanji untuk menyelesaikan masalah ini hingga 2024, namun kenyataannya mereka gagal total.

Stunting menggambarkan masalah yang lebih dalam dalam tata kelola sosial-ekonomi Indonesia. Sementara infrastruktur dan sektor lainnya terus berkembang, ketidakmampuan mengatasi masalah dasar seperti gizi memperlihatkan kelemahan kebijakan publik. Meskipun Indonesia mendapat pengakuan global melalui partisipasi di G20, kegagalan mengurangi angka stunting menunjukkan betapa kesenjangan sosial dan ketidakadilan dalam distribusi kesejahteraan masih tinggi.

Baca : https://fusilatnews.com/satu-dekade-pemerintahan-jokowi-dituding-tidak-serius-menangani-permasalahan-stunting/

Kegagalan untuk menekan angka stunting ini mencoreng warisan pemerintahan Jokowi. Stunting seolah menjadi “dosa” yang akan terus menghantui pemerintah bahkan setelah Jokowi lengser dari jabatannya. Persoalan ini mencerminkan bukan hanya krisis kesehatan, tetapi juga kegagalan moral dalam melindungi generasi penerus bangsa.

Stunting juga merusak kredibilitas Indonesia di panggung dunia, terutama ketika negara ini berupaya menjadi pemain kunci di G20. Pembangunan ekonomi yang hanya diukur dari infrastruktur dan pertumbuhan makroekonomi tidak cukup. Kesejahteraan dan pertumbuhan manusia, khususnya anak-anak, harus menjadi tolok ukur keberhasilan yang sesungguhnya.

Pada intinya, upaya mengatasi stunting adalah lebih dari sekadar memperbaiki statistik. Ini tentang tanggung jawab moral sebuah bangsa terhadap masa depan generasinya. Jika masalah ini tidak ditangani dengan serius, kegagalan mengatasi stunting akan terus menjadi aib nasional yang memalukan.

Sumber