Ketua MPR RI ke-15 sekaligus Anggota Komisi III DPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) menekankan pentingnya penegakan hukum yang independen sebagai kunci utama dalam menjaga kualitas demokrasi di Indonesia.
Hal tersebut disampaikannya saat memberikan kuliah mata kuliah Pembaharuan Hukum Kebangsaan dalam program Doktor Hukum di Kampus Universitas Borobudur Jakarta, Sabtu.
Bamsoet dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu, menjelaskan bahwa demokrasi dan hukum merupakan dua pilar fundamental yang harus berjalan beriringan.
Menurutnya, jika tidak dijaga keseimbangannya, demokrasi bisa berubah menjadi anarki, sedangkan hukum tanpa demokrasi bisa menjelma menjadi alat penindas.
“Demokrasi tanpa hukum dapat dengan cepat berubah menjadi anarki. Di sisi lain, hukum tanpa demokrasi bisa menjadi alat yang kejam untuk membungkam rakyat. Oleh karena itu, penegakan hukum harus dilakukan secara adil dan mandiri,” kata Bamsoet.
Ia menambahkan, lembaga penegak hukum seperti polri, kejaksaan, KPK, dan pengadilan harus bebas dari intervensi politik dan ekonomi.
Hal ini penting agar hukum menjalankan fungsinya sebagai pelindung keadilan dan hak asasi manusia, bukan sebagai alat kekuasaan.
“Demokrasi memberikan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Namun, tanpa undang-undang yang kuat dan adil, demokrasi bisa disalahgunakan untuk kepentingan sempit kelompok tertentu,” katanya.
Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia menyoroti situasi di negara-negara dengan indeks demokrasi terendah seperti Korea Utara, Suriah, dan Myanmar.
Berdasarkan laporan World Population Review 2023, beberapa negara dengan indeks demokrasi terendah, seperti Korea Utara, Suriah, dan Myanmar, menunjukkan bagaimana hukum digunakan untuk menindas rakyat.
Bamsoet menilai, di negara-negara tersebut, undang-undang tidak berfungsi untuk melindungi hak asasi manusia, melainkan untuk memperkuat kekuasaan rezim yang berkuasa.